gudang makalah academic komplit
6 Des 2012
makalah PEngertian Hakim
makalah ushul fiqih
Klasifikasi
Lafadz dari Segi Jelas Tidaknya Kandungan Makna
Makalah
ini
disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum dosen Pengampu
D.r
H. Mashudi, M.Ag.
Disusun
Oleh :
1.
Lailatul Khasanah
2.
Arif Makruf
INSTITUT
ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (INISNU) JEPARA Tahun 2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahhirabbil’alamin,
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang
selalu kita nantikan syafa’atnya di Akhir kelak nanti. Amien..
Penulis berucap Syukur kepada Allah atas limpahan Nikmat
sehat-Nya, baik fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis berhasil
menyelesaikan pembuatan makalah, sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu ushul fiqh
dengan judul “klasikasi lafadz dari segi jelas tidaknya kandungan makna”
Tentunya makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, untuk itu, penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran dari pembaca
untuk lebih baiknya makalah ini. Demikian, dan jika terdapat banyak kesalahan
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirul kalam......
Wassalamua’laikum
Wr.Wb
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI
LAFADZ DARI JELAS TIDAKNYA KANDUNGAN MAKNA
A. AZ ZHAHIR.....................................................................
B. NASH................................................................................
C. MUFASSAR....................................................................
D. MUHKAM.......................................................................
E. KHAFI..............................................................................
F. MUSYKIL........................................................................
G. MUJMAL........................................................................
H. MUTASYABBIH
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................
B. Saran.................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ulama ushul fiqh memagi petujuk yang jelas itu menjadi empat bagian :
Zhahir,nash,mufassar,dan muhakkam
Dalalah (petujuk) yang j elas dari nash adalah makna yang di tunjukan dari bentuk itu
sendiri tanpa membutuhkan faktor luar. Jika nash itu mungkin untuk di takwil,
tetapi yang di maksud bukan tujuan asal dari susunan katanya maska disebut dzahir,jika
mungkin untuk ditakwil,sedangkan yang di maksud adalah tujuan asal dari susunan
katanya maka di sebut nash, jika nash itu tidak mungkin untuk di takwil
tetapi hkumnya dapat di nasakh mska di sebut mufassar, dan jika tidak
mungkin untuk di takwil danhukumnya
tidak dapat di nasakh maka di sebut muhakkam.
Nash yang tidak jelas petunjuknya yaitu nash yang bentuknya sendiri tidak dapat
menunjukan makna yang di maksud tetapi
dalam pemahamannnya membutuhkan unsur dari luar .jika kesamarannya dapat di
hilangkan dengan penelitian dan ijtihad maka disebut khafiy atau musykil
.jika kesamarannya tidak dapat di hilangkan kecuali dari penjelasan dari
syari maka disebut mujmal .dan jika tidak ada kemungkinan sama sekali
untuk menghilangkan kesamaran itu maka di sebut
mutasyabih .
Bahwa tingkatan dalalah yang jelas itu berada dalam kejelasannya . dalam
kaidah ini kami akan jelaskan tentang
dalalah yang tidak jelas .tingkat ketidakjelasannya dan hal yang di
gunakan menghilangkan kesamaran .para ulama ushul fiqh membagi dalalah yang
tidak jelas menjadi empat bagian :
al khafi, al musykil,al mujmal, dan al mutasyabih
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
penjelasan nash yang benar dsan yang jelas dalalahnya.?
2.
Bagaimana
penjelasan nash yang tidak jelas dalalahnya.?
BAB
II
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI
LAFADZ DARI JELAS TIDAKNYA KANDUNGAN MAKNA
Ulama ushul fiqh membagi nash yang jelas dalalahnya
kepada empat macam, yaitu :
1. Zhahir
2. Nash
3. Mufassar
4. Muhkam
Sedangkan
di tinjau dari segi kejelasan dalalahnya nash diurutkan sebagai berikut :
1. Muhkam
adalah yang paling jelas dalalahnya
2. Mufassar
3. Nash
4. Mufassar
Efek perbedaan tingkatan ini
akan kelihatan ketika terjadi pertentangan
a. Zhahir
Zhahir adalah istilah
ulama ushul fiqh ialah: sesuatu yang
menunjukan terhadap maksudnya dengan shinggatnya itu sendiri ,tanpa
ketergantungan pemahaman maksudnya itu
kepada suatu hal yang bersifat khariji (eksternal),akan tetapi maksudnya itu
bukanlah yang dikehendaki yang sebenarnya dari susunan kalimatnya,dan ia
mengandung kemungkinan takwil.[1]
Misalnya adalah firman Allah SWT :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا ﴿٢٧٥ (
Artinya :
“ padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ”.
(QS. 2/Al-Baqarah : 275).
Firman Allah tersebut
adalah zhahir dalam menghalalkan segala macam jual beli dan mengharamkan segala
macam riba ,karena ini adalah makna yang segera dapat di pahami dari kedua
lafadz(menghalakan dan mengharamkan ) tanpa membutuhkan suatu qarinah.
b. Nash
Nash menurut istilah ulama ushul fiqh ialah : suatu yang dengan bentuknya sendiri menunjukan
makna asal yang di maksud dari susunan katanya dan mungkin untuk di takwil.jika
makna itu langsung di pahami dari lafal,pemahamannya tidak butuh faktor luar
dan ia adalah makna asal yang di maksud dari susunan kata itu,maka di anggap
nash.
Definisi
nash menurut al Sarkhasi adalah : lafadz yang mempunyai derajat kejelasan
diatas dzahir dengan qorinah yang menyertai lafadz dari mutakallim, ditunjukkan
dengan sighot sendiri atas makna yang dimaksud dalam konteks, mengandung
kemungkinan takwil, menerima naskh dan takhsis.
Dari
definisi ini menjadi jelaslah bagi kita bahwa nash mempunyai dalalah yang jelas
sebagaimana dzahir. Pemahaman maknanya tidak bergantung pada petunjuk dari luar
sighotnya. Demikian juga makna nash tidak memerlukan penelitian akan tetapi
bisa langsung dipahami dengan sighotnya. Nash lebih jelas daripada dzahir.
Sebab menjadi lebih jelasnya nash dari dzahir adalah disebabkan qorinah yang
terdapat dalam kalam. Seperti firman Allah SWT,
ذَلِك بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا
’’
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba’’
Qorinah ini
menunjukkan bahwasannya yang dimaksud dengan konteks ayatواحل الله البيع وحرم الربا adalah
menafikan persamaan antara jual beli dan riba dan menegaskan perbedaan diantara
keduanya sebagai bantahan terhadap orang kafir yang mempersamakan kedua jenis
transaksi tersebut. Ayat ini yaitu واحل الله
البيع وحرم الربا secara dzahir penghalalan jual beli dan pengharaman
riba dan nash terhadap perbedaan diantara keduanya. Qorinah kadang-kadang juga
datang setelah kalam sebagai mana yang ada dalam Al Quran,
Hukum nash
sama dengan hukum dzahir yaitu wajib melaksanakannya sesuai dengan makna yang
langsung dipahami dan konteks kalam dengan mengandung kemungkinan takwil
takhsis dan naskh. Namun apabila kemungkinan-kemungkinan ini tidak bersandar
pada dalil maka hukum nash adalah qot’i atau yakin.
c. Mufassar
Abdul Wahab
Khalaf memberikan definisi : Suatu lafadz yang dengan sighotnya sendiri memberi
petunjuk kepada maknanya yang terinci begitu terincinya sehingga tidak dapat
dipahami adanya makna lain dari lafadz tersebut.Al Uddah memberikan definisi :
suatu lafadz yang dapat diketahui maknanya dari lafadznya sendiri tanpa
memerlukan qorinah yang menafsirkanya.
Dari
definisi-definisi yang dipaparkan menjadi jelaslah bagi kita bahwa hakikat
lafadz mufassar itu:
o Penunjukannya terhadap makna
jelas sekali.
o Penunjukannya itu hanya dari
lafadz sendiri tanpa memerlukan qorinah dari luar.
o Karena terang dan jelas dan
terinci maknanya maka tidak mungkin ditakwilkan.
Contohnya firman Allah tentang had zina
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ
مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَة
“Perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera”. (QS. Annur 2)
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ
الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاء فَاجْلِدُوهُمْ
ثَمَانِينَ جَلْدَةً ﴿٤﴾
004. Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera,
Masing-masing
lafadz yaitu : ((مئة dan ثمانين)) mufassar
karena ia adalah bilangan tertentu. Lafadz tersebut tidak mengandung
pengurangan dan penambahan.
Dan firman
Allah SWT,
وَقَاتِلُواْ
الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ
اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ ﴿٣٦﴾
“dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS.at taubah:36)
karena kata kaaffah
(semuanya) meniadakan adanya perkecualian. Banyak sekali materi hukum
pidana yang membatasi jumlah hukuman atas tindakan tertentu.juga materi
undang-undang perdata yang membatasi bermacam-macam tindakan ,seperti hutang
,hak,atau yang menjelaskan hukum secara rinci yang tidk mungkin untuk di
takwil.
Demikain juga setiap kata yang mujmal(global)dalam alquran yang di jelaskan
oleh hadist dengan penjelasan yang cukup sehingga menjadi
mufassar(jelas/rinci).sedangkan perincian itu sendiri adalah bagian dari jumlah
sebagai penyempurnaan selama ia berupa dalil qathi (pasti).
Hukum mufassar harus di amalkan sebagaimana penjelasan terhadapnya ,ia
tidak mempunyai kemungkinan untuk di palingkan dari makna lahirnya
d. Muhkam
Muhkam dalam ulama ushul fiqh ialah :sesuatu yang
menunjukan terhadap maknanya yang tidak menerima pembatalan dan penggantian
dengan sendirinya,dengan suatu dalalah yang jelas .
Nash muhkam tidak tidak
mengandung kemungkinan takwil,artinya memaksudkan makna lain yang tidak dzahir
dari padanya,karena nash tersebut telah di perinci dan di tafsirksn dengan
suatu penafsiran yang tidak memberikan lagi peluang bagi pentakwilan.
Hukum yang di ambil dari muhkam
merupakan hukum yang asasi dari kaidah agama yang tidak menerima pertukaran,
seperti menyembah Allah semata-mata ,mengimani kitab dan rasulnya.
Apabila dzahir dan nash bertentangan ,maka
nash di menangkan ,karena nash lebih jelas dari dzahirnya ,dari segi makna nash
di kehendaki secara asli dari susunan kalimatnya ,sedangkan dzahir tidaksecara
asli dari susunan kalimatnya.oleh karena inilah ,maka dalalah nash lebih jelas
dari pada dalalah dzahir ,karena lafadz yang khas (khusus) di menangkan
terhadap lafadz yang a’mm (umum) ketika terjadi pertentangan.
Misalnya adalah firman Allah SWT
tentang wanita-wanita yang di haramkan. Dalam QS.An-nisa’ :24 :
واحل لكم ما وراء ذ لكم (النساء : 24)
Artinya :
“.........dan di halakan selain kamu
yang demikian”.
Dengan firman Allah SWT dalam surat
an;nisa :3 .
فا نكحوا ما طا ب لكم من النساءء (النساء : 3)
artinya :
“maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat”.
Ayat yang pertama merupakan makna
yang dzahir berkenaan dengan diantara yang selain demikian itu .sedangkan ayat
yang kedua merupakan nasah dari pembatasan kebolehan menika empat orang
istri.karena ayat tersebut bertentangan maka nash di menangkan karena kuatnya
dalam kejelasan dhalalahnya ,dan di haramkan mengawini lebih dari empat orang
istri.
Apabila nash danmufassar
bertentangan .maka mufassar dimenangkan .karena mufassar lebih jelas dalalahnya
dari pada nash.
e.
Khafi
Khafi dalam istilah ulama ushul fiqh ialah:lafadz yang menunjukan
,terkadang dari lafadz penerapan maknanya dalam sebagian satuannya terdapat kesamaran dan untuk menghilangkannya
di perlukan analisis dan pemikiran.
Sebab munculnya kesamaran ini
ialah satuan trtentu di dalamnya ada suatu sifat yang melebihi terhadap
satuan-satuan lainnya, atau satu sifat berkurang atau mempunyai suatu nama
khusus . lafadz ini samar dalam konteksnnya dengan satuanya ,karena
pencakupannya terhadap satuan ini tidak dapat dipahami dari lafadz itu sendiri.
Contohnya lafadz (السا ر ق) As-Sariq,
artinya yaitu pengambil harta berharga milik orang lain secara tersembunyi dari
tempat penyimpanannya.Tetapi untuk menerapkan arti ini kepada sebagian dari
beberapa satuan adalah macam yang samar seperti pencopet, dia adalah juga
pengambil harta secara terang –terangan dengan menggunakan macam-macam
keterampilan atau kelihaian memainkan tangan dan keahlian menghindari pandangan
mata orang di sekitarnya.
f.
Musykil
Dalam istilah ulama ushul fiqh
ialah fadz yang shiggatnya tidak menunjukan kepada yang di kehendaki dari
lafadz itu ,bahkan untuk memprjelas maksudnya haruslah ada qarinah eksternal
yang menjelaskan maksudnya
Kemusrikan muncul dalam nash ,terkadang dari lafadz yang musytarak.karena
lafadz musytarak di tetapkan menurut bahasa lebih dari satu makna .sedangkan dalam shiggatnya tidak terdapat
suatu penunjukan kepada makna tertentu yang ditetapkan. Oleh karena itu,
maka harus ada qarinah yang eksternal yang menentukan seperti lafadz al-quru’ dalam firman allah dalam ayat
Al-baqarah ; 228
والمطلقات يتر بصن باءنفسئهن ثلا ثة قروء ( البقرة: 224)
artinya : “dan wanita-wanita yang di talak ,hendaklah menahan
diri tiga kali quru”.
Lafadz tersebut di tetapkan dalam
bahasa untuk makna suci dan haidh.manakah dari dua makna itu yang di kehendaki
dalam ayat itu ? apaka iddah dari wanita yang di talak bearakhir dari tiga kali
haidh atau dengan tiga kali suci.
Imam syafii dan sebagian mujtahid
berpendapat bahwa yang di maksud lafadz alquru dalam ayat ini adalah suci .qarinahnya ialah
pentaknitsan isim adad(nama hitungan ),karena hal ini menunjukan bahwasanya
yang di hitung adalah mudzakkar .yaitu suci bukan haidh.
g.
Mujmal
Menurut istilah ialah :lafadz
yang tidak dapat menunjukan terhadap maksudnya melalui shiggatnya ,tidak ada
qarinah lafzhiyyah(tekstual) atau qarinah haliyyah(kontekstual) yang
menjelaskannya .jadi sebab kesamaran adalah bersifat lafadz
Di antara mujmal adalah lafadz – lafadz yang di kutip
oleh syari dari makna kebahasaanya dan
di tetapkan untuk berbagai makna bersifat syari secara khusus,Bukan secara
bahasa seperti lafadz shalat,zakat,puasa,haji, riba, dan lain sebagainya
Apabila ada lafadz dalam nash syari
dari lafdz tersebut ,maka ia mujmal .oleh karena inilah maka datang sunnah
amaliyah dan qauliyyah untuk mengintropesikan shalat,menerangksan
rukun-rukunnya,syarat-syaratnya dan cara pelaksaanaan ,rasullullah bersabda :
صلوا كما
راءيتمونى ا صلى
artinya : ”kukanlah shalat sebagaimana kamu melihatku melakukan
shalat’’.
Demikian pula beliau menginterpretasikan zakat,puasa,haji,riba,dan segala
sesuatu yang mujmal dalam nash-nash alquran.
Di antara
lafadz yang mudzmal adalah lafadz asing
yang di jelaskan oleh nash itu sendiri dengan arti khusus. Seperti lafadz al
qari’ah dalam firman allah Swt:
القارعة- ما القارعة- وما ادراك ما القا رعة- يوم يكون
الناس كا لفرا ش المبثوث. (القا رعه)
Hari kiamat, apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari kiamat itu?
Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran. (QS.. AL
Qari’ah; 1-4)
h.
Mutasyabih
Mutasyaabih menurut istilah ulama ushul adalah lafadz
yang bentuknya itu sendiri tidak menunjukkan kepada makna yang di maksud, tidak
ada qarinah (alasan pendukung) dari luar yang menjelaskannya dan syari’
dengan ilmunya hanya mencukupkan begitu saja tanpa penjelasan..
Mustasyabih hanyalah di temukan
pada tempat-tempat lain dari pafa nash,seperti
potongan-potongan huruf pada permulaan sebagian surat alquran :
Alif Lam Min.Qaf ,Shad, Ha’, Mim dan seperti ayat-ayat yang dzahirnya
bahwaanya Allah menyerupai makhluknya dalam hal bahwa mempunyai tangan,mata dan
tempat. Misalnya firman Allah SWT dalam surat al fath : 10
يدا الله فوق
ايديهم . ( اافتتح : 10. )
artinya : ’’ Tangan Allah di atas tangan mereka ........’’
Takwilnya adalah :kekuasaan Allah berada di atas kekuasaan mereka .
Sedangkan
menurut pendapat ulama’ khalaf (modren) adalah bahwa ayat-ayat itu
lahirnya adalah mustahil, karena allah tidak memiliki tangan, mata dan
bertempat. Dan setiap ayat yang lahirnya mustahil untuk di beri makna, maka ia
harus di takwil dan makna harus di belokkan dari makna lahirnya. Kemudian
dikeluarkan makna yang di kandung oleh lafaz meskipun dengan cara majas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nash yang jelas dallahnya ada empat macam :
·
Zhahir
·
Nash
·
Mufasaar
·
Muhkam.
Hukum
nash yang muhkam ini adalah wajib di amalkan secara pasti dan bersifat harus
untuk di amalkan. Serta tidak mengandung kemungkinan untuk dipalingkan dari
dzahirnya dan permasalahanya. Dan muhkam tidak menerima penghapusan.
Apabila
dzahir dan nash bertentangan maka yang di menangkan adalah nash. Sedangkan
apabila nash dan mufassar bertentangan maka yang dimenangkan adalah mufassar.
Nash yang tidak
jelas dalalahnya ada empat macam :
·
Khafi
·
Musykil
·
Mujmal
·
Mutasyabih.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami
menyadari tentunya makalah ini tak lepas dari kesalahan-kesalahan, baik itu
kesalahan tulisan atau kesalahan materi, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari segenap pembaca dan dosen pengampu senantiasa kami harapkan,
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf,prof.Abdul
Wahab,Ilmu Ushul fiqh,Semarang:Dina Utama, 1994, Cet. 1
Langganan:
Postingan (Atom)