29 Des 2012

Shalat Wajib dan Sunnah






Shalat Wajib dan Sunnah


Makalah


 ini disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum dosen Pengampu ibu Mayadina
Rahmi Musfiroh, SHI., MA.


INISNU 














Disusun Oleh :


Amalia Najah











 





INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (INISNU) JEPARA


2012/2013























KATA PENGANTAR





Assalamu ‘alaikum Wr.Wb


            Alhamdulillahhirabbil’alamin,
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang
selalu kita nantikan syafa’atnya di Akhir kelak nanti. Amien..


Penulis berucap Syukur kepada Allah atas
limpahan Nikmat sehat-Nya, baik fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
berhasil menyelesaikan pembuatan makalah, sebagai tugas dari mata kuliah


Tentunya makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, untuk itu, penulis mengharapkan kritik-kritik dan
saran dari pembaca untuk lebih baiknya makalah ini. Demikian, dan jika terdapat
banyak kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.


Akhirul kalam......


Wassalamua’laikum Wr.Wb











                                                                                                Penyusun


                                                                        Amalia
Najah, 19 Desember 2012











DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..........................................................................................


DAFTAR ISI....................................................................................................... ..


BAB I


PENDAHULUAN


A.   
Latar Belakang..........................................................................................


B.    
Rumusan Masalah.....................................................................................


C.   
Tujuan...................................................................................................... ..


BAB II


PEMBAHASAN


A.   
Tata Cara
Shalat..............................................................


B.    
Shalat Jamaah..................................................................


C.   
Shalat Jama’.....................................................................


D.   
Shalat Qasar.....................................................................


E.    
Shalat Sunnah..................................................................


F.    
Shalat Jenazah.................................................................


BAB III


PENUTUP


A.   
Kesimpulan.......................................................................


B.    
Saran.................................................................................  


DAFTAR PUSTAKA.................................................................











BAB I


PENDAHULUAN


A.   
Latar Belakang


Shalat Merupakan salah satu ibadah
yang paling mulia dan paling dicintai oleh Allah. Bahkan, Nabi saw. Sendiri
telah menegaskan tentang kedudukan shalat dalam agama, yaitu, dalam sabda
beliau yang berbunyi : “Shalat merupakan 
tiang agama.”  Nabi sendiri
disuruh Allah untuk melakukan Shalat lima waktu pada saat Isra’ Mi’raj. itu
merupakan perintah langsung dari Allah untuk Nabi dan wajib disampaikan kepada
umat-Nya.


Shalat merupakan rukun islam yang
kedua setelah manusia mengucapkan dua kalimat Syahadat, dari kelima rukun islam
tersebut, yang harus dilakukan oleh manusia setiap hari adalah Shalat. Seperti
yang dikatakan Rasulullah bahwa Shalat merupakan tiang agama, berarti apabila
kita lalai menjalankan sholat satu kali pun, kita bisa meninggalkan ajaran
agama kita, dan itu kita berarti melanggar ajaran agama. Melanggar suatu apapun
itu merupakan perbuatan dosa, apalagi melanggar ajaran-ajaran agama kita.
Sesibuki apapun kita, kita harus melaksanakan sholat, apabila kita
meninggalkannya maka sholatnya harus diQadha’ atau dibayar pada hari yang
lainnya. Dan apabila kita melakukan suatu perjalanan yang jauh, maka sholatnya
harus di Jama’, dengan sholat jama’ dapat meringankan perjalanan kita karena
dilakukan dengan masing-masing dua rakaat.


Disini kami pemakalah akan membahas
tentang yang telah disampaikan diatas, yaitu hadits tentang shalat, shalat
wajib dan sunnah :Tata cara Shalat, shalat berjama’ah, shalat jama’, shalat
qasar, shalat sunnah, dan shalat jenazah.


Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kita
semua agar kita semua dapat menjalankan shalat dengan khusyu’.





B.    
Rumusan masalah


1.     
Jelaskan  bagaimana tata cara shalat beserta hadits
yang mendukungnya!


2.     
Bagaimana
cara shalat berjama’ah beserta hadits yang mendukungnya!


3.     
Bagaimana
cara shalat jama’ beserta hadits yang mendukungnya!


4.     
Bagaimana
cara shalat Qasar beserta hadits yang mendukungnya!


5.     
Apa
saja yang ada dalam shalat sunnah itu? dan jelaskan hadits yang mendukungnya!


6.     
Bagaimana
cara mensholati jenazah? Dan jelaskan hadits yang mendukungnya!


C.   
Tujuan


Kami sebagai Pemakalah akan membahas
Hadits tentang Shalat Wajib dan Sunnah :


1.     
Untuk
menjelaskan bagaimana tata cara shalat beserta hadits yang mendukungnya.


2.     
Untuk
menjelaskan bagaimana cara shalat berjama’ah beserta hadits yang mendukungnya!


3.     
Untuk
menjelaskan bagaimana cara shalat jama’ beserta hadits yang mendukungnya!


4.     
Untuk
menjelaskan bagaimana cara shalat Qasar beserta hadits yang mendukungnya!


5.     
Untuk
menjelaskan apa saja yang ada dalam shalat sunnah itu, beserta hadits yang
mendukungnya!


6.     
Untuk
menjelaskan bagaimana cara mensholati jenazah, beserta hadits yang
mendukungnya!














BAB II


PEMBAHASAN


A.    Tata Cara Shalat


Tata cara shalat sudah diatur oleh syari’at islam secara baik lagi
sempurna. Misalnya, tentang syarat rukun shalat, dan bagaimana pelaksanaan
shalat itu sendiri.


Tata cara pelaksanaan shalat dapat
diketahui dengan hadits berikut ini:


اخبرنا سعيدبن سالم عن سفيان الثورى عن عبدالله بن عقيل بن محمد ابن
الحنفية عن ابيه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: مفتاح الصلاة الوضوء
وتحريمها التكبير وتحليلها السلا م.


            “Telah mengkhabarkan kepada kami
Sa’id bin Salim dari Sofyan Ats-Tsauri dari Abdillah bin Uqail dari Muhamad bin
Hanafiyah dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Kunci pembuka shalat
adalah wudlu’, permulaan shalat adalah takbir, dan penutup shalat adalah
salam.”[1]


اخبرنا
ابراهيم بن محمد عن على بن يحي بن خلاد عن ابيه عن جده رفا عة بن ما لك انه سمع
رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: اذا قام احد كم الى الصلاة فليتوضاء كما أمر
الله تعا لى ثم ليكبر فان كان معه شئ من القران اقرأ به وان لم يكن معه شئ من
القران فليحمد الله وليكبره ثم ليركع حتى يطمئن راكعا ثم ليقم حتى يطمئن قا ئما ثم
ليسجد حتى يطمئن سا جدا ثم ليرفع رأسه فليجلس حتى يطمعن جا لسا فمن نقس من هذه فا
نما ينقص من صلا ته.


 “Telah mengkhabarkan kepada kami
Ibrahim bin Muhamad dari Ali bin yahya bin Khalad dari ayahnya dari kakeknya
yang bernama Rifa’ah bin Malik, bahwa dia telah mendengar Rasulullah saw.
Bersabda: “Apabila salah seorang
diantara kamu akan mengerjakan shalat, hendaklah dia berwudlu’ lebih dahulu
sebagaimana yang telah diperintahkan Allah. Lalu dia bertakbir, kemudian bila
dia menghafal sebagian dari ayat-ayat Al-qur’an, hendaklah membacanya. Bila
tidak menghafalnya, hendaklah dia membaca hamdalah (memuji kepada Allah) dan
bertakbir. Lalu ruku’ hingga sempurna didalam ruku’. Kemudian berdiri (I’tidal)
hingga sempurna didalam berdiri. Lalu bersujud hingga sempurna didalam sujud,
kemudian mengangkat kepala (bangkit), lalu duduk hingga sempurna didalam duduk.
Barang siapa mengurangi sedikit saja dari tatacara ini, berarti dia telah
mengurangi pelaksanaan shalat.”[2]


Penjelasan
Hadits


            Rasulullah telah menjelaskan tentang
tatacara pelaksanaan shalat, sebagaimana yang sudah lazim dilakukan. Sabda
Rasulullah: “Bila menghafal sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an, hendaklah
membacanya. Dan bila tidak menghafal, hendaklah membaca hamdalah,” adalah
sebagai perintah pada permulaan islam, ketika Al-Qur’an belum banyak
diturunkan, dan belum ada aturan bahwa didalam surat harus membaca Surat
Al-fatihah, atau dalam keadaan darurat. Misalnya ada orang awam masuk islam,
kemudian dia akan melaksanakan shalat, tetapi belum hafal bacaan Surat
Al-fatihah, maka dia diperbolehkan membaca sembarang ayat Al-Qur’an yang sudah
dihafalnya, atau membaca hamdalah saja dalam pelaksanaan shalat, sebagai ganti
bacaan Surat Al-fatihah. Tentu saja dia harus terus menerus belajar membaca
Surat Al-fatihah hingga hafal. Bila tidak dipahami demikian, maka akan
memunculkan permasalahan. Sebab hadits diatas bertentangan dengan hadis-hadis
lain yang menerangkan, bahwa shalat tidak akan sah tanpa disertai bacaan surat
Al-fatihah. Namun boleh jadi yang dimaksud pada hadis diatas adalah Surat
Alfatihah, hingga dapat dipahami bahwa shalat dengan hanya membaca Surat Al-fatihah
saja sudah sah. Tetapi bila lafal sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dimaksudkan
sebagai surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, kemudian dibaca sesudah surat
Al-fatihah, maka lebih utama. Sebab telah kita maklumi bahwa membaca salah satu
surat atau ayat Al-Qur’an didalam shalat sesudah bacaan Surat Al-Fatihah
hukumnya sunnah.


Berikut ini ada Hadis tentang Tatacara Shalat yang
dilakukan Nabi Muhammad saw:


اخبرنا ابراهيم بن محمد قال اخبرنى محمد بن
عجلان عن على ابن يحيى بن خلاد عن رفاعة بن رافع قال: جاء رجل ليصلى فى المسجد
قريبا من رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم جاء فسلم على النبى صلى الله عليه وسلم
فقال له النبى صلى الله عليه وسلم: اعد صلاتك فانك لم تصل. فقال: ععلمنى يا رسول
الله كيف اصلى قال:اذا توجهت الى القبلة فكبر ثم اقرأ بام القران وما شاء الله ان
تقرأ فاذا ركعت فاجعل راحتيك على ركبتيك و مكن روعك وامدد ظهرك فاذا رفعت فاقم
صلبك وارفع رأسك حتى ترجع العظام الى مفاصلها فاذا سجدت فمكن السجود فاذا رفعت
فاجلس على فخذك اليسرى ثم افعل ذلك فى كل ركعة وسجدة حتى تطمئن.





“Telah mengkhabarkan
kepada kami Ibrahim bin Muhammad, dia telah berkata: Telah mengkhabarkan
kepadaku Muhammad bin Ajlan dari Ali bin Yahnya dari Khalad dari Rifa’ah bin
Rafi’, dia telah berkata: “Ada seorang laki-laki mengerjakan shalat didalam
masjid, berdekatan dengan Rasulullah saw. Setelah selesai shalat, lelaki itu
datang menghadap Rasulullah saw. Sambil mengucapkan salam kepada beliau.
Kemudian Rasulullah bersabda: “Ulangi Shalatmu!. Sebab sesungguhnya kamu belum
melaksanakan shalat.” Kemudian lelaki itu segera berdiri, lalu melaksanakan
shalat seperti apa yang dia lakukan sebelumnya. Rasulullah bersabda lagi:
“Ulangi Shalatmu. Sebab sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat.” Lelaku
itu kemudian berkata: “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku bagaimana seharusnya
aku melaksanakan shalat.” Rasulullah kemudian bersabda: “Jika engkau menghadap
kiblat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Surat Al-Fatihah dan apa yang
engkau hafal dari sebagian ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila engkau ruku’, maka
luruskanlah punggungmu. Apabila engkau bangkit dari ruku’, maka luruskanlah
tulang punggungmu dan tegakkanlah kepalamu, hingga tulang-tulangmu kembali pada
tempat semula. Apabila engkau sujud, maka tekanlah sujudmu. Dan apabila engkau
bangkit dari sujud, maka duduklah diatas telapak kaki kirimu. Kemudian
lakukanlah hal seperti itu pada setiap rakaat, dan lakukanlah sujud (yang
kedua), sehingga engkau tumakninah.”[3]


            Penjelasan
Hadis


Rasulullah telah mengajarkan tatacara shalat yang
sempurna, setelah sebelumnya beliau menyaksikan ada seorang lelaki yang
melakukan shalat secara sembarangan didekat beliau. Rasulullah mengajarkan
tatacara shalat setelah lelaki itu meminta kepada beliau untuk mengajarkannya.
Ini sebagai bukti betapa bijaknya Rasulullah dalam menuntun umatnya ke arah
kesempunaan ibadah.





B.    Shalat Berjamaah


            Shalat jamaah sangat
dianjurkan oleh agama, pahala yang didapat dua puluh tujuh derajat lebih besar
dari pad
a shalat seorang diri.





                        Dari Riwayat Malik, Abi Zinad, A’raj, dan Abi Hurairah Berkata:


اخبرنا ما لك عن ابى الزناد عن الاعرج عن ابى هريرة رضى الله عنه ان
النبى صلى الله عليه وسلم قال: صلاة الجماعة افضل من صلاة احد كم وحده بخمس وعشرين
جزءا.


“Telah menghkabarkan kepada kami
Malik dari Abi Zinad dari A’raj dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Nabi saw. Telah bersabda: “Shalat berjamaah yang dilakukan salah seorang
diantara kamu lebih utama dari pada shalat sendirian, pahalanya berlipat dua
puluh lima kali.”[4]


Dari Hadis lain
juga mengatakan:


اخبرنا
ما لك عن نافع عن ابن عمر رضى الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
صلاة الجماعة تفضل على الفرد بسبع وعشرين درجة.





“Telah dikhabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar
Radhiyallahu an’huma, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda: “Shalat berjamaah
lebih utama dari pada shalat seorang diri, dua puluh derajat kali lipat.”[5]





Penjelasan
Hadis


            Dari
dua Hadis diatas Rasulullah menegaskan tentang pentingnya shalat berjamaah.
Serta keistimewaan yang terkandung didalamnya. Shalat jamaah adalah sunnah
Rasul yang sangat terkenal, mengandung hikmah yang besar, serta dapat
mempersatukan kau
m muslimin dalam pandangan dan gerak langkah, hingga diantara mereka
tergalang kebersamaan dan rasa solidaritas.


            Dalam
menyikapi perihal hukum shalat jamaah, ada perbedaan pendapat dikalangan para
Ulama’. Menurut Mayoritas Jumhur Ulama shalat jamaah hukumnya buka fardu ‘ain,
hanya saja apakah sunnah ataukah fardlu kifayah, dikalangan mereka masih
terjadi perbedaan pendapat.


            Dalam
riwayat lain diterangkan bahwa Rasulullah berniat akan membakar rumah mereka
ketika meninggalkan shalat isya’. Sedangkan riwayat yang lain lagi menerangkan,
ketika meninggalkan seluruh shalat lima waktu secara mutlak juga akan dibakar
rumahnya. Menurut pendapat yang terpilih shalat jamaah hukumnya fardlu kifayah
bukan fardlu ‘ain. Dan ini merupakan banyak dukungan dari para Ulama.


            Berikut
ini ada Hadits tentang Pahala Jamaah Shalat isya’ dan subuh:


اخبرنا
ما لك عن عبد الرحمن بن حرملة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: بيننا وبين
المنافقين شهود العشاء والصبح لا يستطيعونهما اونحوهذا.


“Telah Mengkhabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin
Harmalah, bahwa Rasulullah saw. Telah Bersabda: “Perbedaan mencolok antara kami
dengan orang-orang munafik adalah menghadiri shalat jamaah isya’ dan subuh.
Mereka sangat keberatan menghadiri dua shalat jamaah tersebut.” Atau “mereka
tidak sanggup melakukan kedua shalat jamaah itu.” Atau: “Mereka ogah menuju
tempat pelaksanaan shalat jamaah tersebut.”[6]





Penjelasan
Hadis


            Penyebutan
shalat isya’ dan subuh secara khusus pada hadis diatas, karena biasanya pada
pelaksanaan shalat tersebut kebanyakan mata manusia sudah atau masih ngantuk,
hingga merasa malas untuk melaksanakan shalat jamaah. Oleh karena itu, bagi
mereka yang melaksanakannya, maka Allah akan menyediakan pahala yang besar.
Bahkan keberadaan shalat jamaah isya’ dan subuh dijadikan pembeda antara orang
munafik dengan orang islam yang sejati.


            Rukun
atau Fardlu shalat:


1.      Niat.


2.      Takbiratul ikhram.


3.      Berdiri tegak bagi yang mampu ketika shalat fardlu.


4.      Membaca al-fatihah pada tiap rakaat.


5.      Ruku’.


6.      I’tidal.


7.      Sujud dua kali untuk tiap rakaat.


8.      Duduk diantara dua sujud.


9.      Tuma’ninah pada setiap ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud dan i’tidal
sekalipun pada shalat sunnah.


10.  Tasyahud Akhir.


11.  Membaca shalawat Nabi.


12.  Duduk untuk tasyahud, shalawat dan salam.


13.  Mengucapkan salam.


14.  Tertib. 





C.    Shalat Jama’


            Shalat jama’ adalah melaksanakan atau menggabungkan shalat wajib
dalam satu waktu.[7]
Shalat jama’ dilaksanakan pada waktu bepergian dalam jarak tempuh 90 km.
pada shalat jama’, yang bisa dijamakkan
adalah shalat dzuhur, ashar, magrib dan isya’, sedangkan subuh tidak bisa
dijama’kkan.


                                    Dalam
riwayat hadis shahih muslim mengatakan:


عن انس بن ماللك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم:
اذا عجل عليه السفر يؤخرالمغرب حتى يجمع بينهما وبين العشاء حين يغيب الشفق.


“Anas bin Malik r.a berkata:
“Apabila Nabi bergegas dalam perjalanan, beliau akhirkan shalat zhuhur ke awal
waktu shalat Asar, lalu beliau menjama’ keduanya. Dan belian akhirkan shalat
maghrib, sehingga beliau menjama’kan dengan shalat isya’ ketika mega merah
telah hilang.[8]


Penjelasan Hadis


            Saat memasuki shalat
dzuhur, lalu masih dalam perjalanan maka shalatnya bisa dijama’ diawal waktu
shalat asar. Dan ketika waktu maghrib datang menjama’kannya shalat isya’ ketika
mega merah telah hilang.





D.    Shalat Qasar


            Yang dimaksud dengan
mengqasar sholat adalah meringkas shalat. Shalat yang bisa diringkas hanya
shalat dengan jumlah empat rakaat. Sementara maghrib dan subuh tidak bisa
diqasarkan. Bila menqasar shalat, bisa dilakukan dengan dua rakaat saja, untuk
memudahkan seorang Musafir.


           


            Berikut ini ada Hadis
tentang Mengqasar shalat:


عن عبدالله بن عمر رضى الله عنهما قال: رايت النبى ص
اذااعجله السير يؤخرالمغرب فيصليها ثلاثا ثم يسلم ثم قلم يلبث حتى يقيم العشاء
فيصليها ركعةين ثم يسلم ولا يسبح بعد العشاء حتى يقوم من جوف اليل.


            “Dari Abdullah bin Umar
r.a berkata: Saya melihat Nabi saw. Apabila tergesa-gesa dalam perjalanan
beliau akhirkan maghrib. Beliau shalat tiga rakaat kemudian salam. Beliau diam
sejenak sampai masuk isya’ lalu beliau shalat dua rakaat kemudian salam, dan
beliau tidak membaca tasbih setelah isya’ sampai beliau bangun jauh ditengah
malam.”[9]





Penjelasan Hadis


            Dari Hadis diatas dapat
dijelaskan bahwa apabila kita tergesa-gesa dalam perjalanan pada saat waktu
maghrib, maka kita harus mengqasar shalat maghrib dan isya’. Maghrib dilakukan
dengan tiga rakaat, sedangkan isya’ dengan dua rakaat.


            Dari Hadis lain Riwayat
Abu Hurairah disitu Rasulullah memberi pesan kepada Umatnya, bahwa:


عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: النبى ص لا يحل لامراة تؤمن
بالله واليوم الاخر ان تسافر مسيرة يوم 
وليلة ليس معها حرمة.


“Dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi
saw. Bersabda: “Tidak halal bagi seseorang wanita yang beriman kepada Allah dan
hari akhir untuk bepergian perjalanan sehari semalam tanpa ada muhrim (seorang
yang haram dinikah atau menikah).”[10]


            Penjelasan
Hadis


                        Dari Hadis diatas dapat dijelaskan bahwa
Apabila seseorang bepergian, terutama wanita, maka wanita itu harus didampingi
muhrimnya. Seperti: ayahnya, atau saudaranya. Sehingga wanita tersebut
terhindar dari bahaya.


E.    Shalat Sunnah


عن ربعة بن ما لك الأسلمي رضى الله عنه قال. قال لى
النبي.ص.فقلت: اسأ لك مرافقتك فى الجنة فقال: او غير ذ لك؟ فقلت: هو ذلك, قال:فا
عنى على نفسك بكثرة السجود.





“Dari Rabi’ah bin Malik al Aslamiy r.a, dia berkata: Nabi saw. Bersabda
kepada saya: Mohonlah! Lalu saya berkata: saya memohon kepada engkau untuk
menemanimu didalam surga. Lalu beliau bertanya: Apa lagi selain itu? Lalu saya
menjawab: Hanya itu saja. Beliau bersabda: bantulah aku agar terkabul
permohonan untuk dirimu dengan banyak sujud (H.R Muslim).[11]





Penjelasan Hadis


            Hadis ini menjelaskan
“banyak sujud” itu dengan banyak shalat sunnah, dia menjadikan Hadis itu
sebagai dalil shalat sunnah. Seakan-akan dia mengalihkan pengertian hakekat
sujud selain shalat karena tidak mau memisahkan sujud saja tanpa shalat. Dan
sujud itu meskipun bertepatan dengan shalat fardlu (seperti sujud tilawah dalam
shalat). Akan tetapi penetapan sujud pada shalat itu pasti bagi setiap orang
islam. Hanya saja Nabi saw. Memberikan petunjuk dengan suatu cara yang khusus
yaitu shalat sunnah itu, agar dengan banyak shalat sunnah itu bisa tercapai
maksudnya.


            Dalam hadis tersebut
terkandung dalil yang menunjukkan kesempurnaan iman dan ketinggian cita-citanya
untuk mencapai tuntutan yang lebih mulia dan derajat yang paling tinggi dan
memelihara diri dari pengaruh negatif dunia dan syahwat. Dan hadis itu juga
menunjukkan bahwa shalat itu adalah amal yang lebih utama dari lainnya dalam
usaha semacam itu, karena beliau (Nabi saw) memberikan petunjuk, tidak akan
mencapai maksud kecuali dengan banyak-banyak shalat. Disamping menunjukkan
bahwa permohonannya itu termasuk permohonan yang paling mulia.





            Dalil hikmah Shalat
sunnah:


قال رسول الله.ص. اول ما يحاسب به العبد يوم القيامة صلا ته
فان كان اتمها كتبت له تامة, وان لم يكنن اتمها قال الله لملا ئكته: انظروا هل
تجدون لعبدى من تطوع فتكملون بها فريضته ثم الزكاة كذلك ثم تؤخذ الأعمال على حسب
ذلك.





“Rasulullah saw. Telah bersabda: Adapun yang pertama kali dihisap dari amal
hamba itu pada hari kiamat kelak ialah shalatnya. Jika dia sudah menyempurnakan
shalat itu, maka ditulis sempurna baginya, dan jika dia belum menyempurnakan
shalatnya, maka Allah berfirman kepada malaikatnya: “Perhatikanlah olehmu,
apakah kamu menjumpai amal sunnahnya? (kalau ada), maka kamu tambahkan shalat
fardlunya itu dengan shalat sunnahnya, kemudian zakatnya, demikian juga,
kemudian amal-amalnya itu diambil sesuai dengan itu.”[12]





            Hadis tersebut sebagai
dalil yang menunjukkan hikmah shalat sunnah. Mengenai lafal menurut riwayat
Muslim, bahwa beliau (Nabi saw) tidak shalat setelah terbit fajar kecuali dua
rakaat, maka hadis itu dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat makruh
shalat sunnah setelah terbit fajar.





F.     Shalat Jenazah


اخبرنا ما لك عن عبدالله بن جابربن عتيك, عن عتيك بن الحارث
بن عتيك اخبره عن جا بربن عتيك ان رسول الله صلى الله عليه وسلم  جاء يعود عبدالله بن ثا بت فوجده قد غلب
فصاح  به فلم يجبه فا سترجع رسول الله صلى
الله عليه وسلم, وقال: غلبنا عليك يا آ با الربيع فصاح النسوة وبكين فجعل ابن عتيك
يسكتهن فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم دعهن, فاذا وجب فلا تبكين باكية, قال:
وما الوجوب يا رسول الله؟ قا ل: اذا مات.





“Telah mengkhabarkan kepada kami
Malik dari Abdillah bin Jabir bin Atik bin Harits bin Atik, dia meriwayatkan
dari Jabir bin Atik: Sesungguhnya Rasulullah saw. Datang menjenguk Abdullah bin
Tsabit, kemudian beliau mendapatinya sudah sakit sangat parah. Lalu Rasulullah
memanggilnya, tetapi dia dapat menjawab. Kemudian mengucapkan Istirja’
(innalillah), lantas bersabda: “Kami telah tertinggal untuk mengejarmu, wahai
Abu Rabi’. Lantas terdengar kaum wanita berteriak dan menangis. Ibnu Atik
kemudian menyuruh mereka diam. Lalu Rasulullah bersabda: “Biarkanlah mereka
itu. Hanya saja apabila sudah benar-benar terjadi kematian, jangan sampai ada
seorang pun menangis.” Lantas Ibnu Atik berkata: “Apakah yang dimaksud Al-Wujud
itu, ya Rasulullah?” jawab Rasulullah: “Kalau sudah benar-benar meninggal.”[13]





Penjelasan Hadis


            Menangis yang hanya
mengeluarkan air mata, tidak diikuti dengan jeritan dan suara keras adalah
diperbolehkan, baik sesudah meninggalnya seseorang yang ditangisi maupun
sebelumnya. Lain halnya dengan pendapat orang yang berpandangan kepada
pengertian Lahiriah hadis tersebut, mereka hanya membolehkan menangis sebelum
seseorang meninggal. Sedangkan sesudah meninggal, maka tidak diperbolehkan.
Tetapi pendapat ini lemah. Dikatakan lemah karena bertentangan dengan hadis
yang menyatakan bahwa ketika Rasulullah saw. Mengeluarkan air mata karena
melihat anak shalih seorang putrinya sedang sakaratul maut, maka Sa’d bin
Ubaidah bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis?” rasulullah
menjawab: “Ini adalah rahmat yang dijadikan oleh Allah dalam hati
hamba-hamba-Nya yang penyayang.” Rasulullah memberitahukan kepada Sa’d bin
Ubaidah, bahwa menangis yang hanya sekedar mengeluarkan air mata adalah tidak
haram dan tidak makruh. Bahkan air mata tersebut merupakan rahmat dan
keutamaan. Sedangkan yang diharamkan adalah memanggil-manggil si mayit,
menyebut-nyebut kebaikannya, dan menampari pipi sendiri sambil menangis. Hal
ini diperkuat dengan sabda Rasulullah saw yang menegaskan: “Sesungguhnya Allah
tidak menyiksa seseorang karena air mata, dan tidak pula karena sedihnya hati.


ان الميت ليعذب ببكاء الحى فقالت عائشه رضى الله عنها: اما
انه لم يكذب ولكنه اخطأ أونسى انما مر رسول الله صلى الله عليه وسلم على يهودية
وهى يبكى عليها اهلها فقال: انهم ليبكون عليها وانها لتعذ ب فى قبرها.





“Telah mengkhabarkan kepada kami
Malik bin Anas dari Abdullah bin Abi Bakar dari ayahnya dari Amrah:
Sesungguhnya dia mendengar Aisyah berkata tatkala kepadanya diingatkan bahwa
Abdullah bin Umar telah berkata: “Sesungguhnya mayit akan disiksa karena
tangisan orang yang masih hidup.” Lantas Aisyah berkata: “Ketahuilah,
Sesungguhnya Ibnu Umar Tidak Berdusta. Akan tetapi dia keliru dan lupa. Sebab
Rasulullah pernah melewati jenazah seorang perempuan Yahudi yang ditangisi oleh
keluarganaya, lalu beliau berkata: “Sesungguhnya mereka menangisi perempuan
itu, lantaran si perempuan tersebut akan disiksa didalam kuburnya.”[14]





اخبرنا ما لك عن ايوب السختيا نى عن ابن سيرين عن ام عطية
ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لهن فى غسل ابنته: اغسلنها ثلا ثا اوخمسا
اواكثر من ذ لك بماء وسدر واجعلن فى الاخيرة كافورا اوشيئا من كفورا.





“Telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Ayub As-Sikhtiyani dari Ibnu
Sirin dari Umi Athiyah: Sesungguhnya Rasulullah saw Bersabda kepada mereka
(kaum wanita) ketika memandikan putrinya: “Mandikanlah dia tiga kali atau lima
kali atau lebih banyak lagi. Jika kamu sekalian memandang perlu, maka
mandikanlah dengan air dan daun bidara. Dan pada kali yang terakhir, gunakanlah
kapur barus atau sesuatu yang serupa dengan kapur barus.”[15]


            Penjelasan
Hadis


            Dalam hadis ini dapat
diambil kesimpulan, bahwa memandikan mayit, mengkafani, menyolati, dan
mengebumikannya hukumnya adalah fardlu kifayah. Artinya, apabila ada sebagian
orang yang telah melakukannya, maka gugurlah hukum fardhu terhadap yang lain.
Tetapi jika tidak ada seorangpun yang melakukannya, maka semua orang yang
berada dalam kampung tersebut berdosa.





            Memandikan mayit sebanyak
tiga kali atau lima kali atau lebih banyak lagi hukumnya adalah sunnah, karena
melebihi yang telah difardhukan. Dalam memandikan mayit disunnahkan dalam
bilangan ganjil, sebagaimana yang dipahami dari hadis diatas. Sebab dalam hadis
lain Rasulullah juga bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah witir (Esa), dia
menyukai yang witir (yang ganjil).” Yang dimaksud adalah Esa dalam Dzat, sifat,
dan perbuatan-Nya. Karena itu, dia menyukai hal-hal yang serupa bilangannya
dengan keadaan diri-Nya dalam hal keganjilannya.





اخبرنا ما لك عن ربيعة بن ابى عبد الرحمن عن ابى سعيد
الخدرى ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ونهيتكم عن زيارة القبور فزوروها ولا
تقولوا هجرا.


“Telah mengkhabarkan kepada kami
Malik dari Rabi’ah bin Abi Abdirrahman dari Abi Sa’id Al-Khudri: Sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda: “Aku dahulu telah melarang kamu sekalian menziarahi
kubur, tetapi sekarang berziarahlah. Dan janganlah kamu mengeluarkan ratapan.”





            Dalam riwayat lain
ditegaskan: “Maka sekarang berziarah kuburlah kalian, karena sesungguhnya ziarah
kubur itu dapat mengingatkan kepada kehidupan akhirat,”


              Tujuan
utama dari ziarah kubur adalah mengambil pelajaran dari apa yang telah menimpa
diri orang lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak atau belum dikenal.
Betapapun kuatnya mereka dan banyaknya harta yang mereka miliki serta pengaruh
yang kuat, semua itu tidak dapat memelihara diri mereka dari kematian. Dengan
demikian, hati orang yang berziarah kubur akan menjadi sadar dari kesesatannya
dan mau bertaubat, serta mudah bagi yang berharta untuk menyedekahkan dari
sebagian dari hartanya dan bertambah rajin dalam beribadah kepada Allah SWT.


           
































DAFTAR PUSTAKA


Mahalli, Ahmad Mudjab, Hadis-hadis Ahkam
Riwata Asy-syafi’i, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003)


Al-albani, Muhammad nashirudin, Ringkasan
Shahih Muslim (Jakarta: Gema Insani, 2003)


Az-zubaidi, Zaenuddin Ahmad, dan Zuhri,
Muhammad, Terjemah Hadis Shahih Bukhari Jilid I (Semarang: CV. Toha Putra,
1986)


Muhammad, Abu Bakar, Terjemahan Subulus Salam
(Surabaya: Al-Ikhlas, 1991)


http://abusalma.wordpress.com/2006/12/04/shalat-jama%E2%80%99-dan-qashar/
diakses tgl 09-092012 09:39
















[1] Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-hadis Ahkam Riwayat Asy-Syafi’i, (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2003) hlm, 169.





[2] Ibid, hlm. 170





[3] Ibid, hlm. 172





[4] Ibid, hlm. 248





[5] Ibid, hlm. 248





[6] Ibid, hlm. 251





[7] Abi salma Muhammad, dalam “shalat jama’ dan qasar,” dalam, “http://abusalma.wordpress.com/2006/12/04/shalat-jama%E2%80%99-dan-qashar/
diakses tgl 09-092012 09:39





[8] Muhammad Nashirudin Al-albani, Ringkasan Shahih Muslim, (jakarta: Gema
Insani, 2003)hlm, 214





[9] Zaenuddin Ahmad Az-zubaidi, 
Drs. Muhammad Zuhri, Terjemah Hadis shahih Bukhari Jilid I, (Semarang:
C.V Toha Putra, 1986)hlm, 392





[10] Ibid, hlm, 392





[11] Drs. Abu bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam, (Surabaya:
Al-ikhlas, 1991)hlm, 11





[12] Ibid, hlm, 14





[13] Ahmad Mudjab Mahalli, Op.Cit, hlm. 486





[14] Ibid, hlm. 494





[15] Ibid, hlm. 495